Air Sungai Citarum yang mengalir di Kabupaten Karawang terus menyusut, seiring memasuki kemarau akhir-akhir ini. Selain memengaruhi pasokan air terutama pada areal pertanian, menyusutnya air sungai menyebabkan pula kondisi pencemaran di Sungai Citarum semakin terlihat dengan jelas.
Berdasarkan pemantauan “PR”, Rabu (15/6) air Sungai Citarum yang melalui Kampung Krajan, Desa Telukjambe, Kec. Telukjambe Timur berwarna hitam pekat dan berbau tidak sedap.
Warga setempat, Nanang (35) mengatakan, kondisi tersebut sudahberlangsung sejak satu minggu yang lalu. Biasanya, jika air terus menyusut,warna hitam pekat akan semakin tampak dan bau yang tidak sedap menyebar ke mana-mana.
“Kalau tidak ada hujan untuk satu minggu ke depan, warna air Sungai Citarum akan hitam pekat selama satu bulan. Kalau sudah begitu, bau tidak sedap bisa tercium hingga radius se-ratur meter lebih,” katanya.
Nanang menjelaskan, warna air sungai bisa hitam pekat diduga kuat akibat pencemaran dari pabrik tekstil atau pabrik air accu, yang ada di kawasan industri dekat desa meraka. “Kalau masuk musim kemarau, biasanya akan lebih terasa pencemarannya. Kalau sudah begitu, kami takut menggunakan air Sungai Citarum, walau untuk keperluan MCK (mandi, cuci, dan kakus),” ujarnya.
Saat ini, kata Nanang, meskipun kondisi sungai tercemar, tetapi warga setempat yang mempunyai sawah di dekat sungai sering menggunakan air tercemar, untuk mengairi sawah atau kebun mereka.
Pada aliran Sungai Citarum di Kampung Krajan juga terlihat saluran pembuangan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dari salah satu pabrik pembuatan kertas. “Memang itu pembuangan IPAL pabrik, tetapi saya tidak tahu apakah mencemari atau tidak,” ujarnya.
Tertinggi
Sementara itu, Ketua Pemantau Limbah B3, Bagong Suyoto mengatakan, pencemaran sungai menjadi jenis pencemaran tertinggi dari ka-sus pencemaran yang terjadi. Pasalnya, sungai dianggap dapat mengalirkan limbah dan menghilangkan jejak pencemaran. “Agar tidak ketahuan, biasanya limbah dibuang pada saat pagi-pagi buta atau malam hari,” katanya.
Akan tetapi, katanya, pencemaran jenis itu bukan tidak mungkin dideteksi. Hampir semua Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) di Kabupaten/Kota seringkali menyepelekan persoalan pencemaran sungai, dengan dalih tidak punya alat pendeteksi, tetapi sebenarnya hal itu bisa dilakukan.
“Saluran IPAL pada perusahaan bisa saja dicek. Adakah salurannya ke sungai dan itu untuk apa, serta apakah IPAL yang dimiliki berfungsi denganbaik atau tidak,” katanya.
Akibat dari limbah itu, air Sungai Citarum tidak bisa di gunakan untuk pertanian ataupun perikanan, bahkan warga di sepanjang bantaran Sungai Citarum yang biasanya menggunakan pun jadi ikut kena imbasnya.
“.Justru dengan adanya penyusutan sungai ini, BPLHD Karawang akan lebih mudah mendeteksi siapa yang membuang limbahnya ke sungai dan seberapa besar tingkat pencemarannya. Kalau sungai menyusut seperti ini, konsentrasi bahan pencemaran akan jauh lebih tinggi,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPLHD Kab. Karawang, Eddi Furyanto ketika akan dikonfirmasi, nomor telepon genggamnya tidak aktif.
Sumber : www.citarum.org